Langsung ke konten utama

Later Factor

Pernah gak teman-teman udah bikin rencana mau kerjain apa, ternyata meleset. Salah satu faktornya bisa jadi karena "later factor". Istilah apa sih ini, bukannya latte factor ya? Hahaha, ini diplesetin dikit dan kayaknya pas juga dengan kondisi yang kadanh kita alami.

Later factor menurut aku adalah faktor menunda sesuatu. Jaman masih sekolah mungkin kita (aku aja kali ya😁) sering nih pake cara SKS buat belajar. Apa tuh SKS, tua banget kayanya. SKS tuh cara belajar Sistem Kebut Senalam. Akibat menunda nyicil belajar, semua dikebut dalam semalam, berharap ilmu 1 semester masuk otak dalam semalam.

Later factor juga bisa terjadi di keuangan. Mungkin teman-teman pernah pengen punya sesuatu yg harganya lumayan. Ada 2 opsi, kamu bisa nabung supaya bisa dapet barang yg kamu mau dengan beli tunai. Atau kamu bisa beli langsung tapi bayarnya nyicil. Nah nyicil itu bisa disebut later factor karena menunda pembayaran secara cash.

Cara nyicil sekarang udah beragam. Ada yg konvensional ala-ala kreditan keliling. Ada yang nyicil pake kartu kredit. Ada yang nyicil melalui aplikasi belanja. Beli dulu bayar nanti. Bukannya untung bisa beli  bayar nanti? Tergantung sudut pandangnya. Ada yg males nyicil krn khawatir utang cicilan gak kebayar. Tapi ada juga seneng nyicil krn kalau gak nyicil gak kebeli barangnya. Atau seneng nyicil krn memaksa utk menabung dalam bentuk barang, daripada uangnya buat yang gak jelas.

Later factor ini bisa jadi double later kalau cicilan ini gak dibayar tepat waktu. Atau hanya bayar cc pake minimal payment. Jadi utangnya akan semakin menumpuk.

Ini cuma pendapat aku aja ya. Bisa jadi orang lain beda pendapat.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tips Liburan Aman Buat Kantong

 Liburan sudah menjadi kebutuhan buat kita. Kesibukan padat yang membuat penat, sehingga kita butuh untuk rehat sejenak. Liburan ibarat charger hp yang membuat kita lebih semangat menjalani hidup:) Tapi kadang kita lupa membedakan mana kebutuhan, mana keinginan. Ini juga terjadi saat liburan. Mungkin kita hanya butuh dan mampu untuk istirahat di rumah, tapi kita justru berlibur naik gunung. Bukan hanya bahaya buat badan karena tambah membuat lelah, tapi juga bahaya buat kantong. Ini ada tips supaya liburan aman buat keuangan kita : 1.  Liburan tidak memakai uang panas Jangan salah sangka ya, uang panas di sini bukan uang haram ya:). Tapi uang yang akan digunakan, seperti uang belanja, uang sekolah anak, dll.  2. Liburan tanpa berhutang Ingat ya liburan tuh bukan kebutuhan pokok. Kita gak bakal kelaparan kalau gak liburan. Jadi jangan coba2 liburan pakai dana dari berhutang ya. Nanti abis liburan bukannya fresh tapi stress mikirin hutang 3. Liburan tanpa mengganggu dana darurat Dana dar
  Ngobrolin Penghasilan Bareng Pasangan : Ya atau Tidak ?   Menikah itu menyatukan dua orang yang berbeda dalam satu ikatan pernikahan. Berbeda ini bisa beda visi, misi, status sosial, status ekonomi, dll. Makanya sebelum menikah kita harus memastikan calon pasangan bisa diajak untuk selaras dan menyesuaikan perbedaan yang ada. Untuk selaras ini, pasangan juga harus terbuka satu sama lain karena keterbukaan menjadi koentji bagi harmonisnya rumah tangga. Keterbukaan soal uang juga penting. Masalah uang bisa membuat suami istri salah paham. Menurut teman-teman, perlu gak sih membicarakan penghasilan bareng pasangan? Banyak pasangan enggan membicarakan penghasilannya kepada pasangan karena beberapa hal ini : 1. Privacy Gaji atau penghasilan merupakan hal yang bersifat confidential. Bahkan di perusahaan, tidak semua pihak boleh tahu tentang gaji para karyawannya. Secara etika, antar karyawan juga dilarang membicarakan gaji. Antar teman juga umumnya tidak pernah membicarakan gaji

Tips Menemani Usia Senja Orangtua

           Ramadhan telah lewat namun menyisakan kenangan yang tak terlupakan.   Ibu meninggal di bulan Ramadhan di hari Jumat setelah sholat subuh. Saat ini yang timbul hanya penyesalan karena tidak memberikan lebih banyak waktu untuk Ibu. Namun kita harus ikhlas dan memberikan doa yang tak putus-putus untuk beliau, karena tidak ada yang lebih berharga selain doa dari anak-anaknya. Kemudian saya sadar bahwa ketika orangtua mulai memasuki masa lansia, anak-anak sudah dewasa dan mungkin sudah berkeluarga, maka tempat curhat dan bercerita bagi orangtua adalah pasangan hidup dan teman-temannya. Bukan tidak mungkin anak-anak menjadi tempat bercerita. Tapi kesibukan anak-anak untuk bekerja dan perhatian bagi keluarga kecilnya mungkin mengurangi jatah waktu bagi orangtua. Menyadari hal ini, air mata saya jadi menetes mengingat ibu yang sudah menjanda sejak saya lulus SMA. Sejak itu, ibu sering berkumpul bersama-sama teman-temannya di majelis taklim. Mungkin hal itu yang membuat beliau